Sunday, October 30, 2022

KASUS GAGAL GINJAL AKUT PADA ANAK, KEPALA BPOM DAN MENKES HARUS BERTANGGUNG JAWAB

KASUS GAGAL GINJAL AKUT PADA ANAK, KEPALA BPOM DAN MENKES HARUS BERTANGGUNG JAWAB


Realita.co.id
, Jakarta, Poros Pemuda Peduli Kesehatan Rakyat Indonesia (PEPAPKRI) menilai kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak disebabkan oleh lemahnya pengawasan pemerintah dalam hal ini BPOM terhadap peredaran obat-obatan.

Presidium PEPAPKRI A. Hidayat, ST mengatakan "Kami menyayangkan lemahnya fungsi pengawasan dari Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam peredaran obat sirop yang mengandung Etilen Glikol (EG) yang lepas dari pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga menyebabkan ratusan korban jiwa", Ujar Aktivis PEPAPKRI yang kerap disapa Dayat, Minggu (30/10/2022).

"Pemerintah harus mengambil tindakan tegas berupa tindakan administratif pencabutan izin sementara atau izin tetap sesuai ketentuan Pasal 188 Ayat 3 Undang-Undang Kesehatan dan produsen juga bisa dikenakan Pasal 196 Undang-Undang Kesehatan dengan pidana 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar", imbuh Dayat yang juga Sekjen KAMAKSI (Kaukus Muda Anti Korupsi).

Presidium PEPAPKRI A. Hidayat yang juga Sekjen KAMAKSI mengatakan, keluarga korban bisa menuntut ganti kerugian materiil maupun non-materiil terhadap produsen dan penyedia obat yang menyebabkan kematian korban. Dan juga tuntutan kepada pemerintah karena kelalaiannya melakukan pengawasan sehingga menyebabkan hilangnya nyawa warga negara. Dalam hal ini Menkes dan Kepala BPOM harusnya melakukan koordinasi yang baik dan rapi jangan terkesan saling main "lempar bola" dan "cakar-cakaran". Dan Kepala BPOM Penny K. Lukito juga harus bertanggung jawab secara moril bila perlu mengundurkan diri, kalau Menkes dan Kepala BPOM tidak mampu menyelesaikan kasus ini dan melakukan koordinasi yang baik, Presiden Jokowi disarankan harus segera mencopot Kepala BPOM dan Menkes", pungkas Dayat Sekjen KAMAKSI dan Presidium PEPAPKRI.

Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan melaporkan kasus gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI) di Indonesia sudah mencapai 245 kasus yang tersebar di 26 Provinsi per 23 Oktober 2022.

Sedangkan angka kematian akibat keracunan obat ini mencapai 141 anak dan balita.
Penderitanya masih didominasi oleh balita, dengan rincian 25 kasus diderita oleh anak-anak berusia kurang dari 1 tahun, 161 kasus diderita oleh anak usia 1-5 tahun, 35 kasus diderita oleh anak usia 6-10 tahun, dan 24 kasus diderita oleh anak usia 11-18 tahun.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Poros Rawamangun Rudy Darmawanto, SH mengatakan mengatakan "mencermati perkembangan meningkatnya korban kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal, yang disinyalir disebabkan oleh perilaku mengkonsumsi obat penurun panas, demam maupun batuk dalam bentuk sirup, sudah semestinya, pemerintah dan juga BPOM bergerak cepat mengantisipasi dan bahkan mencegah agar tidak terjadi peningkatan jumlah korban. Sangat mengherankan sekali, dalam kondisi yang mengkhawatirkan, BPOM sebagai pihak yang bertanggungj awab terhadap pengawasan peredaran obat-obatan, tidak melakukan Gerakan antisipasi secara cermat, cepat dan tepat, bahkan terkesan ragu-ragu dalam mengambil keputusan terhadap pelarangan obat-obatan yang mengandung unsur berbahaya penyebab dari Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal", ujar Rudy dalam keterangannya kepada awak media.

Menurut Rudy, adanya indikasi sikap keragu-raguan dan tidak professional dari BPOM tersebut, terlihat ketika menetapkan pelarangan obat sirup tertentu saja yang dianggap berbahaya, dan itupun tidak berdasarkan pada hasil investigasi secara komprehensif, transparan dan akuntabel, melainkan hanya obat batuk sirup dari produk tertentu saja.Sedangkan obat batuk sirup dari produk lain, tidak dilakukan pemeriksaan, serta tidak dilakukan penarikan dari peredaran. Dampaknya hal itu menimbulkan kebingungan dan kepanikan dari masyarakat, terutama orang tua yang memiliki anak balita. Kondisi ini maka tidak menutup kemungkinan akan menambah jumlah korban dikarenakan mereka juga dimungkinkan mengkonsumsi obat batuk sirup yang tidak ditarik dari peredaran.

Negara, sambung Rudy, harus melindungi rakyatnya dari kasus gagal ginjal akut yang bisa dikategorikan kejahatan kemanusiaan luar biasa. Oleh karena itu siapapun yang terlibat harus diproses secara hukum dan bertanggung jawab baik itu BPOM dan pabrik serta produsen obat penyebab gagal ginjal akut. Oleh karena itu Poros Pemuda Rawamangun, PEPAPKRI dan KAMAKSI mendesak Kepala BPOM untuk mempertanggungjawabkan kepada Publik atas kasus gagal ginjal akut pada anak yang menyebabkan kematian tersebut. Sudah seharusnya Kepala BPOM dan Menkes itu mundur atau dicopot posisinya karena tidak mampu menjalankan tugasnya dalam hal pengawasan obat-obatan yang beredar sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat", tegas Rudy, SH.

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2019 realita.co.id | All Right Reserved